Judul : | PEMETAAN STRATEGI COPING KELUARGA PENERIMA MANFAAT PROGRAM KELUARGA HARAPAN MENGHADAPI WABAH COVID-19 DI KOTA BOGOR, DEPOK, BEKASI DAN TANGSEL |
Peneliti : | Aulia Rahman, S.IP, M.Si, Badrun Susantyo ,Ph .D, Bilal As'adhanayadi, S.Sos, Delfirman, S.Sos, Drs. Togiaratua Nainggolan, M.Si, Johan Arifin, S.IP, Nyi. R. Irmayani, SH, M.Si, R.G. Erwinsyah |
Lokasi Penelitian : | Jawa Barat |
Tahun Penelitian : | 2020 |
Bidang : | Program Perlindungan dan Jaminan Sosial |
World Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan bahwa wabah virus corona atau COVID-19 sudah dikategorikan sebagai pandemi global dan menyebar ke hampir seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Kebijakan pertama yang diambil pemerintah dalam mencegah penularan wabah
ini adalah dengan mengeluarkan imbauan social distancing. Menurut Pearce (2020) social distancing adalah sebuah praktik dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit dengan cara seperti membatalkan acara kelompok atau menutup ruang publik, serta menghindari keramaian.
Dalam perkembangannya memang istilah social distancing dianggap kurang tepat. WHO menyatakan telah mengubah penggunaan istilah social distancing menjadi physical distancing. Hal ini pun diikuti oleh pemerintah RI, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah mengubah imbauan dalam mencegah penyebaran virus corona dari “pembatasan interaksi sosial (social distancing)” menjadi “menjaga jarak secara fisik (physical distancing)”. Penyebutan physical distancing dirasa lebih pas bahwa upaya yang dilakukan untuk memperlambat penyebaran COVID-19 harus mendorong penguatan ikatan sosial akan tetapi tetap menjaga jarak fisik (Aldrich dalam Gale, 2020).
Penerapan social/physical distancing ini bukannya tanpa pengorbanan. Reluga (2010) menyatakan bahwa social distancing menimbulkan pengorbanan dalam hal kebebasan, modal sosial, waktu, kenyamanan, dan uang, sehingga orang- orang hanya akan mengadopsi tindakan-tindakan ini ketika ada insentif khusus untuk melakukannya. Dari sini terlihat bahwa social/physical distancing mempunyai konsekuensi ongkos sosial dan ongkos ekonomi yang tidak sedikit.
Dalam konteks Indonesia, ongkos sosial dari imbauan menjaga jarak ini sangat erat kaitannya dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang bersifat komunal, suka berkelompok dan berkumpul (lihat Geertz, 1984; Anderson, 1991). Dari berbagai potret di media massa dan media sosial, masih banyak terlihat masyarakat yang enggan menerapkan imbauan social/ physical distancing dengan masih tetap menyelenggarakan dan mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti acara ibadah bersama, perkawinan, kematian, dan lain sebagainya. Bahkan beberapa permukiman membatasi dan menutup akses keluar-masuk warga untuk mencegah penularan wabah COVID-19, namun ironisnya justru pada pos-pos penjagaan di jalan masuk pemukiman warga justru banyak berkumpul (Ahmad dalam Utantoro, 2020).
Sementara itu ongkos ekonomi dari social/physical distancing ini paling banyak dirasakan oleh para pekerja informal, para pekerja yang mendapatkan penghasilan harian, pengangguran pencari kerja, dan terutama sekali warga miskin.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada Agustus 2019 angka pekerja informal di seluruh Indonesia mencapai 70,49 juta atau 55,72 persen dari total pekerja, atau 26,40 persen dari total penduduk. Sementara pada September 2019 angka penduduk miskin di Indonesia mencapai 24,79 jiwa atau 9,22 persen dari total penduduk.
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan dalam upaya penanganan COVID-19 melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020tentangPenetapanKedaruratanKesehatanMasyarakat,dan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Melalui PP tersebut Indonesia memutuskan untuk tidak mengambil kebijakan lockdown, menurut Presiden hal ini dilakukan karena Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain yang mengambil kebijakan lockdown total baik dari sisi luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat kedisilinan, kondisi geografis, karakter budaya, dan lainnya.
Melalui PP Nomor 21 Tahun 2020 berkaitan dengan PSBB, Presiden mengeluarkan kebijakan bahwa upaya Pemerintah DaerahdalampenangananCOVID-19 tidak lagi berjalansendiri- sendiri. Pemerintah Daerah harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan apabila ingin mengambil kebijakan PPSB untuk daerahnya. Secara singkat apabila PPSB telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah maka peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di fasilitas umum dapat dilaksanakan.
Selain itu, melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Pemerintah telah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam APBN sebesar Rp. 405,1 triliun. Secara garis besar penambahan anggaran tersebut diperuntukkan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi, jaring pengaman sosial, insentif perpajakan, dan stimulus usaha. Meskipun ada konsekuensi yang harus diambil dari kebijakan tersebut yaitu naiknya defisit APBN hingga 5,07 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih dari yang ditetapkan Undang-Undang yaitu sebesar 3 persen. Pemerintah telah mentargetkan defisit 5 persen ini hanya untuk 3 tahun hingga 2023.
Terkait dengan uraian singkat di atas, layak untuk dicermati, khususnya di kalangan keluarga miskin, yaitu bagaimana perilaku atau strategi coping dalam menghadapi pandemi ini? Di sinilah urgensi pelaksanaan studi ini karena akan menyasar kepada para warga miskin. Para warga miskin dalam studi ini direpresentasikan melalui para beneficiaries Program Keluarga Harapan (PKH), atau dengan istilah resminya adalah para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH.
Penelitian ini dilakukan di kota-kota/wilayah penyangga Ibu Kota Negara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dipilihnya daerah/wilayah penyangga Ibukota negara dengan asumsi, bahwa wilayah penyangga DKI Jakarta merupakan hunian bagi sebagian besar warga yang menjalankan aktivitas kesehariannya di Daerah DKI Jakarta.